- Home
- ›
- Pendidikan
- ›
- Serba Serbi
- ›
- Cerita Masyarakat Desa Pantai Ulin Kecamatan Simpur Kabupaten Hulu Sungai Selatan; Datu Ulin
Cerita Masyarakat Desa Pantai Ulin Kecamatan Simpur Kabupaten Hulu Sungai Selatan; Datu Ulin
Posted: 20.16, by Unknown .
Categories: Pendidikan Serba Serbi
Kabupaten
Hulu Sungai Selatan berjarak sekitar 145 kilometer dari Banjarmasin dan
kota Kandangan sebagai ibukotanya. Di wilayah ini, tepatnya di
kecamatan Simpur, terdapat sebuah desa yang dinamakan desa Pantai Ulin.
Entah kenapa dinamakan dengan nama tersebut, menurut hemat saya mungkin
dulu daerah ini memang awalnya pantai, atau kata “pantai” diartikan
sebagai daerah yang kaya akan sesuatu (daerah yang kaya akan ulin atau
kayu besi) karena ada juga daerah di Hulu Sungai yang diberi nama
pantai, seperti Pantai Hambawang.
Di desa ini berkembang sebuah cerita yang
mengisahkan kesaktian tokoh yang mereka percayai masih hidup di alam
lain yaitu Datu Ulin. Datu Ulin dipercaya sering muncul pada saat
upacara syukuran yang di adakan di desa setiap setelah selesai panen.
Upacara syukuran ini masih diadakan sampai sekarang. Menurut penuturan
Camat Simpur dan beberapa warga, setiap syukuran dilaksanakan,
pesertanya selalu membludak, padahal warga yang diundang hanya berasal
dari desa-desa yang bersebelahan dengan desa Pantai Ulin, yang apabila
dihitung-hitung jumlah tidak sampai sepuluh ribu orang, akan tetapi yang
hadir malah lebih dari itu. Sisa peserta yang sedemikian banyaknya
tersebut dipercaya berasal dari alam gaib, alias mahluk halus.
Menurut cerita, dahulu ada sebuah pohon ulin
(kayu besi) yang tumbuh dengan subur, lebat, dan batangnya sangat besar.
Di pohon inilah kemudian hinggap seekor burung yang sangat besar.
Karena pohon tersebut sangat besar, burung ini pun sangat senang berada
di sana, mudah mencari makan dan dapat mengawasi wilayah yang ada di
sekitarnya. Di sini lah dimulainya sebuah bencana besar. Burung tersebut
mulai memakan manusia yang ada di sekitar desa, lambat tapi pasti.
Selain itu, kepakan sayap si burung menimbulkan angin deras yang dapat
menerbangkan pohon, rumah, dan apa saja yang ada di sekitarnya. Warga
desa menjadi takut dibuatnya. Setelah menjalani sebuah pembicaraan,
mereka setuju untuk bergotong royong menebang pohon ulin karena hanya
itu jalan satu-satunya agar burung ganas dapat diusir.
Waktu yang telah disepakati untuk menebang
pohon tersebut pun tiba. Orang-orang mulai mengeluarkan parang mereka
dan berusaha menebang pohon ulin. Tapi apalah daya, karena sudah terlalu
tua, pohon tadi sangat sulit untuk ditebang, jangan kan untuk memotong,
melukai batangnya pun sangat sulit. Setelah beberapa lama, parang dan
segala alat pemotong pun habis, karena patah dan sudah tidak dapat
digunakan lagi.
Mereka bertambah gusar, semuanya terdiam,
memikirkan cara bagaimana memotong pohon tersebut. Salah seorang warga
tiba-tiba mendengar burung tinjau (murai) yang berbunyi “kuit cau, kuit
cau”. Warga tersebut tiba-tiba mendapat ilham. Ia mengartikan suara
burung tersebut dengan “kuit (congkel) dengan pisau”. Ia pun pulang dan
mengambil pisau kecilnya di rumah. Setelah kembali, para warga desa
menertawakannya, mengapa tidak, jangankan pisau, bahkan parang yang
sangat besar saja tidak dapat berbuat banyak. Ia tidak menghiraukan
ocehan mereka, ia tetap melakukan apa yang dipercayanya untuk dapat
menumbangkan pohon tersebut.
Ternyata apa yang diyakininya itu terbukti!
Dengan sekali congkel di bagian akar dengan menggunakan pisau tadi,
pohon ulin yang besar dapat tumbang. Warga desa terkejut tidak percaya
dengan apa yang mereka saksikan. Mereka menghampiri dan menyanjung.
Warga yang berhasil menumbangkan pohon ulin tersebut kemudian diberi
gelar sebagai Datu Ulin.
Pohon ulin tersebut dipercaya oleh masyarakat
Pantai Ulin tumbang sampai ke Marabahan. “Marabahan tu bakas karabahan
pohon ulin, makanya dingarani urang Marabahan” kata beberapa orang tua
di sana.
Cerita tadi mungkin hanya sebuah dongeng, tapi
masyarakat di desa Pantai Ulin mempercayainya sebagai kenyataan. Salah
satu tokoh pemuka bahkan memiliki bukti berupa beberapa bekas potongan
parang yang patah akibat pohon ulin tersebut dan sebuah pisau yang
merupakan alat yang digunakan untuk mencongkel pohon ulin tadi. Kata
beberapa orang warga, tidak semua orang diijinkan melihat benda-benda
tersebut, tapi kebetulan saya, dosen saya dan beberapa orang teman
berkesempatan untuk melihat benda tersebut.
Terserah percaya atau tidak, yang pasti saya mengharapkan komentar dari semuanya…
Sumber : pemuda tapin
Related News
Most Popular stories
- Tas dan Dompet Terbuat dari Bahan Plastik Bekas
- Ciptakan Masyarakat Melek IT
- Samsung Galaxy Note 8 - 16 GB - Putih RP 5.249.000
- Mini Projector LED Rp. 1.450.000,-
- JUAL KAPAL / PERAHU KHAS BANJAR BERMOTOR MURAH 30 JUTAAN (BISA NEGO)
- Tablet Android dan iPad Belum Bisa Cicipi Aplikasi BBM
- Fujifilm FinePix S4600 Lens 24-624mm Black + Memory Card 8 GB + Tas Semipro + Fujifilm Tumbler RP 2.149.000
- Backpack / tas ransel Real Madrid Rp. 165.000